THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 16 November 2008

part 01: tipisnya jilbabku (and the story begin)

No special plan for this day. Kembali ke rutinitas harian, kembali pada kejenuhan yang sama. Kembali pada dandanan yang beda tipis dari kemarin-kemarin. Belum ada tambahan uang jajan buat beli baju baru. Koleksi baju yang kupunya masih sama dengan tahun-tahun yang lalu. Hanya dengan perubahan-perubahan kecil yang kukenakan tiap hari, misalnya lewat permainan warna, tentu saja dengan mengkombinasikan warna pakaian yang bisa selaras. Biar orang-orang yang kenal ndak komentar tanpa peduli perasaan: " ...eh, baju yang kemarin, bukan? dipake lagi?"

Aku pake jilbab merah muda yang agak keungu-unguan. Dipadu dengan rok dan kaos oblong lengan panjang yang berwarna sama. Hitam. Jilbabku agak tipis, tapi membuatku terlihat lebih manis di cermin, yang aku harap bahwa juga terlihat manis di mata orang-orang yang 'kan memandangku di jalan nanti (doo... maunya!). Ribet juga 'make jilbab yang agak tipis. Mesti pake jarum pentul dimana-mana.

"Mama, aku berangkat, ya?" sapaku pada ibuku yang sibuk berkutat dengan bumbu dapur. Hari ini Minggu. Sebagian pegawai kantoran akan memakainya sebagai waktu liburan dan bersantai, like my mom did. Tapi nggak buat pemburu berita sepertiku. Enaknya bilang reporter saja, hehehe. Hari ini, meski bukan jadwalku meliput di lapangan, tapi tetap masuk kantor untuk listing laporan reporter lain yang di lapangan. Yeah, seperti tadi yang kubilang: kejenuhan yang sama setiap harinya.

Kucium tangan ibu sebelum berangkat. Kata orang, saat sang anak melakukan hal yang demikian kepada ibu sebelum melakukan suatu tugas, maka do'a-do'a sang ibu akan mengalir dari hati. Tapi ini kan kata orang. Toh raut wajah ibuku tidak berubah, acuh tak acuh, malah sedikit merasa terganggu karena konsentrasinya dalam meracik bumbu agak rusak. Gak jelas apa beliau mengirimkan doa untukku atau tidak. Ah, tapi percaya kok beliau selalu doakanku dalam sholat-sholat malamnya. :)

Karena tidak punya dan tidak bisa mengendarai sepeda motor, aku berjalan kaki menyusuri lorong kompleks menuju tempat pemberhentian angkot. Ohya, ada kamera digital model pocket yang sengaja kubawa untuk liputan jurnal diary-ku. Jadi, sembari jalan, sembari ngerekam. Beberapa orang yang lalu lalang melewatiku menoleh heran, mungkin pikir mereka: " ...ni cewek pamer kamera baru atau belajar menggunakan kamera, ya?". Peduli setan. Toh, mereka jadi artis figuran gratis di jurnalku. Huahahaha!!! (mode on: *tertawa setan*)

Tiba di penghujung jalan, kuhentikan rekamanku. Siap-siap untuk nyebrang. Sial, angin begitu kencangnya. Jilbab tipisku melambai-lambai. Bagian dada yang tadinya tertutup oleh jilbab jadi kelihatan. Padahal jilbab yang kukenakan panjangnya hingga mencapai piinggang. Oph!!! Siap-siap nyebrang, kupegang erat-erat ujung jilbabku agar tetap menutupiku.

Arkh! Berhasil nyebrang dengan mengundang tatapan banyak orang (kebanyakan tukang becak, said: "assalamu'alaikum" dengan genit). Jilbab yang kupegang di sisi depan, memang menutupiku. Tapi di bagian depan saja. Di bagian belakang, asli terbuka, tampakkan leherku yang terbuka (entah putih, entah hitam... penilaian relatif, tergantung yang ngeliat).

" Angin sial!" gerutuku sambil nunggu angkot.

" Kamu yang bego"

Aku kaget. Ada komentar yang tanpa diminta terdengar dari sisi kananku. Ketika kugerakkan leherku, menoleh, tampak di mataku seorang lelaki berpakaian hitam-hitam menatapku dengan tatapan yang agak mengejek. Cakep (subhanallah!!!).

" Ya?" sahutku dengan senyum polos, tidak ngerti. Bicara dengan siapa ini orang? Matanya tertuju padaku.

" Bukan anginnya yang sial. Tapi kamu yang bego. Make jilbab kok tipis 'gitu?" sindirnya tajam. " Ikhlas make jilbab ndak, sih?"

Aku melongo. Beneran, ni cowok emang bicara sama aku. Kenal aja nggak, kok komentarnya sadis gitu, ya? Hebat juga cara berkenalan anak muda jaman sekarang.

Lelaki black itu tidak menunggu tanggapanku. Pas salah satu angkot berhenti di depannya, dia langsung naik tanpa pamit atau minta maaf kepadaku. Aku buang muka.

Hufff... apa ini hari sialku ya? Dapat komentar sadis dari seseorang yang tidak aku kenal tentang jilbabku. Ini pasti teguran. Tadi aku niatnya pake memang salah: make supaya kelihatan manis di mata orang-orang, bukan di mata-Nya.

Tak lama kemudian sebuah angkot yang sesuai arah tujuanku akhirnya berhenti tak jauh dariku. Buru-buru aku naik sambil megang ujung jilbabku, kali ini ujung sisi depan dan belakang. Well, jujur. Sosok lelaki itu terus menghiasi pikiranku sepanjang perjalanan menuju kantorku. Malu bener rasanya. Aku jadi tidak pede dengan dandanannku kali ini.

Tiba di kantor setengah jam kemudian. Kusapa bapak satpam -yang lagi asik nonton tivi- dengan senyum tipis seperti biasanya. Aku naik tangga (lift tidak berfungsi di hari Minggu. Entah ya di kantor-kantor lain...). Ruanganku terletak di lantai dua. Ketika kubuka pintu ruangan, senyum lebar yang kusiapkan untuk menyapa rekan kerjaku buyar begitu kudapati sosok lelaki black itu duduk santai di sofa tamu dalam ruangan.

God! Who is he?

...to be continued...



2 komentar:

Ve Miranty mengatakan...

Asslm. Sooo... ehm... who is that boy? Kapan lanjutan ceritanya?? Ve penasaran nieyyy... Hehehe..

Anonim mengatakan...

yah asal jangan bajunya juga super tipis.. malah kesenengan para lelaki yang hidungnya belang (kaya saya kali ya..) bisa menerawang jauhh.. jauh.. dan jauuhh.. ampe ada laler masup mata ndak terasa saking seriusnya nerawang hahaha..